Mendidik Rasa

Kita akan melalui musim-musim yang berbeda, akan melalui senja-senja  untuk tetap sama. Akankah semau perjalanan berakhir bahagia atau nestapa? Hingga semua yang kita pendam, akan melahirkan rasa yang membara atau bahkan padam ? Semoga bukan hanya salah satu kaki yang bertahan,  agar segala  langkah yang dituju tidak berakhir di angan-angan. Seharusnya tahu tanpa  berucap bahwa tak benar-benar mampu  terjeda. Namun ada beberapa hal yang diluar kuasa manusia.  Dan sudah seharusnya kita melatih diri menjadi lebih kuat. Sedari awal sebelum melangkah  paham resiko apa yang harus dihadapi. Hal-hal yang mungkin tak  semua bisa melakukannya.

Kita bukan sepasang manusia yang saling mengenal dalam hitungan purnama. Tak ada saling tatap, tak ada suara di penghujung telfon,  bahkan melihat namamu saja dinotifikasiku tak ada. Kamu sibuk dengan pekerjaanmu dan egomu. Dan aku terlalu sibuk dengan kegiatanku dan egoku. Kita dua manusia yang sama-sama takut terluka dan memilih berdiam hingga lebam.

Semoga Tuhan, mengabulkan atas segala do'a-do'a yang di panjatkan oleh dua manusia yang lama telah membangun dosa. Dua manusia yang takut akan azabnya tapi masih menahan rindu untuk seseorang yang bukan mahromnya. Semoga aku tak mendikteNya dengan segala permintaanku yang tak pernah tahu diri. Seringkali manusia silap, lupa bahwa kita hanya pemain sandiwara. Yang sang penulis tak akam pernah salah dengan skenarioNya. Semoga Tuhan paham setiap kali hambaNya mencoba merayu, memilih apa yang kita mau. Tak apa itu karena kita tidak tahu. Dan semoga kita paham dan ikhlas akan segala sodoran takdir yang diberikanNya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suara Hati Anak Tunggal

Lelaki Sejati Tidak Bermain Barbie.

Nilai Dasar Pergerakan (NDP) sebagai KOMPAS Pengungat dan Petunjuk Insan Pergerakan